LAMPUNGTERKINI.ID – Ketua Jaringan Pemuda Pesisir (JPP) Kabupaten Lampung Selatan, Iwan Sagita menilai, apa yang dilakukan oleh seseorang yang mengaku mantan Stafsus bernama Firdaus, yang ujug-ujug mendatangi bawaslu dan meminta pembatalan penetapan paslon Nanang Ermanto – Antoni Imam (Nanang Beriman), terkesan hanya sebatas upaya mencari sensasi di tengah hiruk-pikuk pelaksanaan Pilkada Lampung Selatan 2024.
“Ini yang dinamakan show time. Momen mencari sensasi, supaya bisa jadi pusat perhatian. Namanya juga di tahun politik begini, banyak situasi dimanfaatkan orang untuk jadi panggung. Biasa lah, makin politis makin populis,” ujar Iwan Sagita saat dimintai tanggapannya, Selasa 24 September 2024.
Menurut Iwan, di alam demokrasi seperti saat ini warga masyarakat memang diminta dapat berfikir dan juga bertindak secara kritis menyikapi dinamika yang terjadi di sekitar. Namun demikian, Iwan menyebutkan hendaknya tindakan tersebut memang bagian dari proses demokrasi yang berkualitas. Dimana idealnya, segala cara dan upaya yang dilakukan, menjadikan hukum sebagai panglima. Yakni dengan mengikuti peraturan dan mekanisme yang ada.
“Kalau memang tindakan tersebut dilandaskan pada semangat demokrasi, mestinya dilakukan dengan cara-cara norma yang berlaku, on the track lah. Padahal kan kita semua paham, publik telah diberikan ruang untuk menanggapi, memberikan masukan pada masa sanggah dari 14 sampai 21 September 2024 atau 1 hari sebelum tahapan penetapan pasangan calon. Kalau kaya gini jadinya, terkesan hanya banyak bacot,” imbuh Iwan seraya tertawa ringan.
Meski mengaku tidak terlalu pakar hukum, namun Iwan berani mengkoreksi mantan Stafsut Firdaus yang menyatakan status hukum calon petahana Bupati Lampung Selatan Hi Nanang Ermanto sama dengan Bupati Kutai Kartanegara, Edi Damansyah. Bahwa Edi Darmansyah sebelumnya telah melakukan uji materiil terhadap frasa “Menjabat” pada Pasal 7 Ayat (2) huruf (n) Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2016 ke mahkamah konstitusi.
“Status hukumnya sama, itu status hukum yang mana maksudnya bang Bro Firdaus? Setahu saya, terhadap uji materiil Edi Darmansyah itu, MK menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya. Yang artinya dengan keputusan MK tersebut, tidak menjadikannya norma hukum baru. Terkait masa jabatan tidak membedakan antara jabatan definitif dan jabatan sementara, di putusan MK lainnya ditegaskan masa jabatan dihitung sejak pelantikan,” kata Iwan seraya mengatakan bahwa Bupati Kutai Kartanegara Edi Damansyah faktanya telah ditetapkan sebagai calon bupati dengan nomor urut 1 oleh KPU setempat.
“Perlu dipahami, hakim MK dalam putusan MK Nomor 02/PUU-XXI/2023 tersebut mempertimbangkan perkara-perkara sebelumnya yang berkaitan dengan norma perkara yang diuji atau mutatif mutandis. Seperti Putusan MK Nomor 67/PUUXVIII/2020. Putusan ini mengenai bupati Bonebolango periode 2010-2015, Hamin Pou. Putusan MK 67/2020 menjelaskan cara menghitung masa jabatan bupati adalah sejak pelantikan,” tutur Iwan.
Dengan demikian, dia meminta kepada pihak penyelenggara pemilu, baik KPU maupun Bawaslu Lampung Selatan untuk tidak terpengaruh atau pun takut akan ancaman bakal diadukan ke DKPP. Dikatakan Iwan, apa yang diputuskan oleh KPU Lampung Selatan tentu dilakukan dengan penuh rasa tanggung jawab, baik kepada sang Mahakuasa maupun kepada masyarakat Lampung Selatan.
“Tidak ada yang namanya kebal hukum di dunia ini. Kalau memang bersalah, ya pasti dihukum bersalah. Kalau memang aturannya tidak bisa maju kembali mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah, ya memang nasibnya begitu. Tapi kalau hak warga negara untuk memilih dan dipilih dihalang-halangi dengan dalil yang tidak jelas, itu yang namanya dzolim,” pungkasnya.
(*)