LPAI Kecam Pelaku Pelecehan Seksual Siswi Kelas 6 MI dan Meminta Polres Lamsel Segera Tangkap Pelakunya

by -653 Views

LAMPUNG SELATAN–Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), mengecam dan mengutuk keras para pelaku kekerasan seksual terhadap anak dibawah umur kelas 6 Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau SD di Kecamatan Candipuro serta dugaan perdagangan manusia (human trafficking). Selain itu, LPAI meminta Polres Lampung Selatan segera mengusut kasus tersebut dan menetapkan pelaku sebagai tersangka dan dilakukan penahanan.

“Kami merasa prihatin, miris dan kecewa adanya kejadian itu. Kami (LPAI) mengecam dan mengutuk keras terhadap para pelaku yang melakukan tindakan biadap kekerasan seksual terhadap korban Bunga (bukan nama sebenarnya) warga Kecamatan Candipuro, Lampung Selatan,”kata M. Zainuddin, Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Lampung kepada lampungterkini.id, Kamis (25/11/2021)

Zainuddin mengatakan, selain mengutuk keras perbuatan biadab yang dilakukan para pelaku tersebut, LPAI selaku lembaga yang selama aktif menjalankan kegiatan pemenuhan hak dan kepentingan terbaik untuk anak di Indonesia, mendesak Polres Lampung Selatan untuk segera membuktikan hal tersebut dan menetapkan pelaku sebagai tersangka dan dilakukan penahanan, karena ini kasus asusila dan korbannya anak dibawah umur.

Selain itu juga, pihaknya mendorong Polres lampung Selatan agar para terduga pelaku tersebut dihukum secara optimal sesuai peraturan perundangan dan diberikan pemberatan hukuman, karena para terduga pelaku tersebut merupakan orang dewasa yang semestinya memberikan perlindungan aman terhadap anak sebagai korban kekerasan seksual.

“Kalau sudah jelas terbukti, maka harus segera mungkin menetapkan pelaku sebagai tersangka dan melakukan penahanan karena lebih cepat lebih baik. Kami mendorong proses hukum ini, agar dilakukan secepatnya dan meminta ada pemberatan hukuman terhadap para pelaku,”ujarnya.

Apalagi kasus ini, kata Zainuddin yang juga sebagai Ketua Dewan Pengawas LPAI Pusat, sudah dilaporkan dibagian Unit PPA (Perlindungan Perempuan dan Anak) Polres Lampung Selatan satu bulan lalu, kenapa tidak segera ditindaklanjuti laporan dari korban dan orangtua korban tersebut. Sementara pemeriksaan kesehatan dan visum sudah dilakukan, mestinya cepat menindaklanjutinya karena ini kasus asusila terhadap anak dibawah umur.

“Kita sudah punya Undang-Undang yang mengatur tentang permasalahan anak, mestinya pihak Polres Lampung Selatan langsung menindaklanjuti laporan tersebut dan kami akan mengawal kasus ini sampai tuntas”ungkapnya.

Dikatakannya, kasus anak dibawah umur ini, ada Undang-Undang sendiri yakni Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 atas perubahan UU No. 23 Tahun 2002. Sehingga untuk kasus anak tidak bisa disamakan seperti kasus kriminal lainnya, karena memiliki Undang-Undang sendiri yang mengatur tentang anak dan Indonesia sudah menerapkan itu.

“Bilamana ada kasus kekerasan seksual anak dan adanya laporan, maka aparat kepolisian harus segera menelusuri atau mengembangkan informasi yang dihimpun dari korban dan keluarga korban karena kasus anak ini memiliki Undang-Undang sendiri atau leks spesialis,”kata dia.

Apalagi pada saat awal, lanjut Zainuddin, ada petugas dari Polsek Candipuro sudah bertemu korban dan menanyakan langsung ke korban mengenai kejadian sebenarnya saat di rumah pelaku, harusnya saat itu pelaku diamankan dulu sambil mengembangkan kasusnya sesuai informasi dari korban ada berapa lagi pelakunya. Tapi kenapa kasus kekerasan seksual terhadap anak tersebut, mau dilakukan rembuk pekon.

“Ini yang perlu ditanyakan, kenapa anggota Polsek itu tidak segera menahan pelaku. Apakah memang tidak paham UU Perlindungan Anak atau apa?. Memang benar untuk ditingkat Polsek belum ada bagian Unit PPA, mestinya anggota tersebut segera koordinasi dengan Polres Lampung Selatan yang ada Unit PPA-nya,”bebernya.

Ia menegaskan, pihaknya (LPAI) mengutuk keras tindakan biadap yang dilakukan para pelaku terhadap korban yang masih dibawah umur dan masih duduk dibangku sekolah warga Kecamatan Candipuro yang menjadi korban tindakan kekerasan seksual.

Selain itu juga, pihaknya meminta kepada pihak kepolisian Polres Lampung Selatan agar mengusut kasus tersebut termasuk wanita yang pertama membawa korban pergi ke pantai dan terduga pelaku lainnya, karena tidak menutup kemungkinan sebagai terduga pelaku mucikari.

“Kami berharap, kasus tersebut ditangani dengan serius oleh pihak Polres Lampung Selatan. Karena kita sendiri LPAI sudah ada kerjasama dengan Mabes Polri. Kami minta, terduga pelaku tersebut diberikan sanksi yang berat karena tindakan yang telah dilakukan terbilang kejam dan biadab,”terangnya.

Kemudian informasi yang kami dapat, kalau korban dikeluarkan dari sekolahnya tanpa alasan yang jelas inikan sangat miris sekali. Bagaimana kondisi psikis yang dialami korban, keluarga korban dan keluarga besar korban itu yang harus dipikirkan juga. Jika memang benar korban dikeluarkan dari sekolahnya, ini justru hal yang salah dilakukan oleh pihak sekolah yang seharusnya membela dan mendukung korban.

“Seharusnya yang dilakukan pihak sekolah, apa yang dibutuhkan pihak kepolisian untuk akurat data korban seperti identitas, akte kelahiran, KK dan ada bukti raport kalau korban benar masih sekolah dengan ditunjukkan bukti raport tersebut. Pihak sekolah harus membantu, bukan memberhentikan korban dari sekolahnya,”pungkasnya.

Ini Bantahan Sekolah Korban Pelecehan Seksual Dikeluarkan dari Sekolah

Terpisah, pihak sekolah Madrasah Ibtidaiyah (MI) Candipuro tempat Bunga (bukan nama sebenarnya) bersekolah saat dikonfirmasi membantah telah mengeluarkan korban Bunga dari sekolah. Hal tersebut dikatakan oleh Marsiyem, Wali Kelas korban Bunga saat ditemui lampungterkini.id di ruangan Kantor.

“Kami dari pihak sekolah tidak memberhentikan atau mengeluarkan Bunga dari Sekolah,”ungkapnya.

Menurutnya, selama duduk di bangku kelas 6 MI, Bunga tidak pernah masuk sekolah sama sekali dan hanya sekali saja masuk sekolah. Ia mengaku sudah beberapa kali mendatangi rumah Bunga, tapi tidak pernah ketemu.

“Saya sendiri yang datang ke rumahnya, tapi tidak pernah ketemu karena sudah kelas 6 dan sekolah ini juga kan ada aturannya,”ujarnya.

Kalau tidak kondisi pandemi Covid-19 dan kegiatan sekolah tatap muka aktif, kata Marsiyem, tiga kali alpa dalam satu bulan itu sudah ada sanksinya. Sementara ini, pihak sekolah melakukan kegiatan belajar tatap muka seminggu sekali.

“Seminggu sekali kita belajar tatap muka. Dia (Bunga) tetap tidak berangkat, kan sayang kalau tidak berangkat sekolah,”kata dia.

Saat disinggung jika memang Bunga tidak dikeluarkan dari sekolah, dan bisa sekolah lagi mengikuti ujian sekolah. Marsiyem mengatakan, kalau mengeluarkan Bunga dari sekolah belum, karena memang belum ada surat keluar dari sekolah.

“Yang jelas, pihak sekolah tidak mengeluarkan Bunga dari Sekolah. Tapi kalau sudah semester nanti tidak masuk juga, kami tidak bisa mengupdatenya lagi,”terangnya.

Kemudian saat disinggung apakah pihak sekolah mengetahui kalau raport tersebut dipinjam untuk keperluan Bunga melakukan visum dan membuat laporan ke Polres Lampung Selatan. Pihak sekolah mengaku tidak mengetahui mengenai hal tersebut, karena pada waktu itu orangtuanya mengambil raport Bunga dan katanya mau dikembalikan lagi.

“Kalau untuk hal itu, pihak sekolah tidak tau. Raport itu dipinjam sama orangtuanya, katanya mau bikin surat apa gitu tapi sampai sekarang memang belum dikembalikan lagi raportnya,”tandasnya. (Her/Ndy/Red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

No More Posts Available.

No more pages to load.