Kasus Pelecehan Seksual Staf Desa, Oknum Kades di Lamsel Dilaporkan ke Polda Lampung

by -786 Views
Ilustrasi Kekerasan Seksual, Pelecehan Seksual (detik.com).

#Empat Staf Desa akan Diperiksa Polisi

LAMPUNG SELATAN– Dugaan pelecehan seksual oknum Kades Rawa Selapan, Kecamatan Candipuro, Lampung Selatan berinisial BAP terhadap Staf desanya berinisial RF (20) memasuki babak baru. Pihak keluarga dan korban didampingi Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR Lampung, telah melaporkan kasus tersebut ke Polda Lampung.

Informasi yang diterima lampungterkini.id, pasca pelaporan dugaan kasus pelecehan oknum kades Rawa Selapan, Kecamatan Candipuro, Lampung Selatan ke Polda Lampung, empat orang staf desa Rawa Selapan penuhi panggilan penyidik kepolisian untuk dimintai keterangannya Senin (19/4/2021).

Kerabat korban berinisial MRN saat dikonfirmasi lampungterkini.id membenarkan, pihak keluarga dan korban didampingi Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR sudah melaporkan kasus dugaan pelecehan seksual oknum Kades Rawa Selapan tersebut ke Polda Lampung.

“Ya benar, kasus pelecehan seksual itu sudah dilaporkan ke Polda Lampung belum lama ini didampingi pihak DAMAR. Akibat kejadian itu, korban mengalami trauma psikis dan pelaporannya dilakukan setelah korban mendapat bimbingan konseling dari DAMAR,”ujarnya, Minggu (18/4/2021) malam.

MRN mengatakan, terkait pendampingan terhadap korban, pihak keluarga menyerahkan ke Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR Lampung. Ia pun berharap, kasus pelecehan seksual tersebut dapat segera diproses aparat kepolisian agar kasusnya dapat segera terungkap.

“Kami pihak keluarga, menyerahkan kepada DAMAR untuk pendampingan korban. Kami juga meminta, kasus itu dapat segera diproses oleh pihak kepolisian untuk mengungkapnya,“pungkasnya.

Sementara Direktur Lembaga advokasi perempuan DAMAR Lampung, Ana Yunita saat dikonfirmasi juga membenarkannya terkait pelaporan kasus dugaan pelecehan seksual oknum kades tersebut.

“Kasus dugaan pelecehan seksual oknum kades terhadap korban RF, benar sudah dilaporkan ke Polda Lampung dan pelaporannya belum lama ini,”singkat Ana melalui pesan WhatsApp.

Diketahui sebelumnya, oknum Kepala desa (Kades) di Lampung Selatan di wilayah Kecamatan Candipuro berinisial BAP, diduga melakukan pelecehan seksual terhadap RF (20) yang tidak lain staf desanya. Aksi pelecehan seksual tersebut, diduga dilakukan beberapa kali di kantor desa dan di mobil ambulan desa.

Mencuatnya dugaan pelecehan seksual tersebut, setelah RF menceritakan kejadian yang dialaminya ke kerabatnya dan munculnya pemberitaan di media. Sejak saat itulah menjadi ramai perbincangan warga masyarakat desa Rawa Selapan, dan warga desa lainnya di Kecamatan Candipuro.

Atas perbuatan tidak terpuji yang diduga dilakukan oknum Kades terhadap staf kantor desanya, menjadi keresahan publik karena aksi pelecehan seksual itu dilakukan di Kantor desa yang notabenenya sarana pelayanan publik masyarakat dan di mobil ambulan desa.

Sejak kasus ini mencuat, masyarakat desa setempat merasa geram dan menginginkan permasalahan itu diproses hukum untuk dapat mengungkap kebenarannya. Korban RF banyak mendapat dukungan dari kerabat dan masyarakat desa Rawa Selapan, agar RF dan keluarganya jangan takut untuk mengungkap kebenaran.

Kemudian korban RF didampingi kerabatnya mendatangi Polres Lampung Selatan di Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), namun sayangnya kurang mendapat tanggapan responsif. Akhirnya, pihak keluarga korban dan korban didampingi Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR Lampung melaporkan kasus tersebut ke Polda Lampung.

LBH Bandarlampung

Direktur LBH Bandarlampung, Chandra Muliawan saat dikonfirmasi mengatakan, beberapa kasus kekerasan perempuan, seolah perempuan ini mengalami diskriminasi karena kekerasan seksual itu ketika dihadapkan hukum formal seperti bukti dan terkesan bahwa itu lemah.

Padahal dalam proses hukum pidana misalnya, itukan laporan karena ada peristiwa maka dilaporkan. Tugas penyidikan dan penyelidikan aparat penegak hukum, yakni mencari apakah betul ada tindak pidananya.

“Kalau serta merta kekerasan seksual dianggap ini tidak bisa karena tidak ada bukti dan saksi, nah ini yang kemudian menjadikan kasus kekerasan seksual tidak pernah terungkap. Akhirnya, perempuan hanya menjadi korban pelecehan seksual terus selamanya,”kata Chandra kepada lampungterkini.id, Rabu (10/3/2021).

Dikatakannya, jika proses penegakan hukum kalau dari awal itu ada saksi dan bukti yang jelas, buat apa ada proses penyelidikan. Proses penyelidikan inikan mencari, apakah yang dilaporkan atau diadukan itu ada tindak pidana maka itu harus dicari dulu. Kemudian penyidikan, apakah peristiwa itu dinyatakan pidana. Lalu dicarikan siapa pelakunya yang diminta pertanggungjawaban. Sehingga kasus pelecehan seksual dalam mencari keadilan, dan disitulah kendalanya.

“Ketika korban melaporkan kasus kekerasan seksual tidak ada bukti dan saksi, maka kasus pelecehan atau kekerasan seksual terhadap perempuan ini tidak akan pernah terungkap,”ujarnya.

Chandra mengungkapkan, terkait kasus pelecehan seksual diduga dilakukan oknum Kades di Lampung Selatan dan kejadian itu dilakukan di kantor desa atau pelayanan publik dari struktur pemerintah bawah yakni desa, inikan menyangkut hajat hidup orang banyak. Kalau proses pelayanannya saja tidak bisa menggaransi jaminan pekerja yang berhak mendapat rasa aman dan nyaman, bagaimana oknum Kades ini bisa memberikan pelayanan publik ke masyarakat secara luas.

“Dalam kasus dugaan pelecehan seksual terhadap korban RF ini, mestinya harus menjadi perhatian pemerintah daerah setempat (Lamsel) karena adanya penyalahgunaan wewenang oknum Kades yang merasa punya kuasa,”ungkapnya.

Selain diatur dalam hukum pidana, kata Chandra, oknum Kades ini juga terikat terhadap norma etik jabatannya sebagai Kepala desa dan ini juga harus jadi perhatian publik. Apalagi informasi yang santer dimasyarakat sudah menjadi keresahan publik, mestinya harus segera disikapi pemerintah daerah dalam hal ini misalnya pemberdayaan desa.

“Jadi harus segera dilihat ada problem apa dalam pelayanan di desa itu. Tentu tidak hanya mencari soal kekerasan seksualnya saja, tapi juga mengenai dalam pelaksanaan tugasnya,”kata dia.

Chandra menegaskan, LBH Bandarlampung siap memberikan pendampingan hukum terhadap korban RF. Untuk tahap-tahapannya, kalau memang nanti mencukupi formilnya pelaporan. Pihaknya juga akan meminta bantuan dari rekan-rekan psikologis, untuk memberikan keterangan korban benar mengalami trauma psikisnya.

“Ini bisa memperkuat pelaporan begitu juga kepada keluarga korban, dan korban berkenan membuat laporan ke kepolisian. Kita berharap, kasus dugaan pelecehan seksual korban RF ini bisa terang setelah psikis korban pulih. Kami LBH Bandarlampung siap memberikan pendampingan hukum kepada korban RF hingga sampai seperti apa prosesnya nanti,”jelasnya..

Dia menambahkan, kasus kekerasan seksual perempuan dan anak di Lampung ini seperti gunung es, hal itu berdasarkan dengan adanya banyak temuan yang terjadi salah satunya keengganan korban untuk melaporkan atau membuka dan itukan butuh keyakinan sendiri bagi korban untuk mengungkapkannya.

Apalagi korban RF ini sudah mengungkapkan kejadian yang menimpa kalau dirinya korban pelecehan seksual, mestinya harus segera direspon cepat.

“Butuh keyakinan yang luar biasa dalam diri dia (RF) itu, dan ini mesti disikapi oleh seluruh unsur penegak hukum. Karena tidak gampang korban mengakui kalau dirinya korban kekerasan seksual, itu harus diapresiasi dan penegak hukum harus segera melakukan penyelidikan,”tandasnya. (Her/Red)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

No More Posts Available.

No more pages to load.