Peduli Sesama, Paguyuban “Pawon Kidul” Sidomulyo Salurkan Bantuan Warga Miskin

by -971 Views
Giat bhakti peduli sesama itu, dikomandoi oleh Zainal Asikin (anggota Aliansi Jurnalis Independen-AJI) Bandarlampung bersama rekan paguyuban ‘Pawon Kidul’ Sidomulyo lainnya, Sugiarto dan Senen

LAMPUNG SELATAN – Prihatin atas keadaan warga miskin yang tidak pernah tersentuh bantuan pemerintah, Paguyuban wong Kegiatan bhakti peduli (Pawon Kidul) Sidomulyo salurkan bantuan kepada Sukarta alias Karta (53), warga Dusun Bunut Utara RT 04 RW 02 Desa Bandar Agung, Kecamatan Sragi, Lampung Selatan, Jumat (10/4/2020).

Bantuan yang disalurkan, berupa sembako seperti beras, minyak, gula, susu, mie instan dan beberapa bahan pokok lainnya serta uang tunai.

Giat bhakti peduli sesama itu, dikomandoi oleh Zainal Asikin, seorang jurnalis teraslampung.com dan juga salah satu anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandarlampung bersama rekan paguyuban ‘Pawon Kidul’ Sidomulyo lainnya, Sugiarto dan Senen.

Paguyuban wong Kegiatan bhakti peduli (Pawon Kidul) Sidomulyo salurkan bantuan kepada Sukarta

Zainal Asikin atau yang akrab disapa Zai Bento ini mengungkapkan rasa keprihatinannya. Menurutnya, pemerintah benar-benar luput tak memberikan bantuan, ditambah lagi dengan keadaan situasi sekarang ini ditengah mewabahnya virus Covid-19. Padahal kondisi pak Sukarta dan Ibunya hidup dibawah garis kemiskinan dan layak dibantu karena untuk makan sehari-hari saja mereka selalu kesusahan.

Apalagi disaat kondisi sekarang ini, menghadapi “lumpuhnya” perekonomian dalam upaya pencegahan penyebaran virus Corona atau Covid-19 yang berdampak luas, dimana bahan makanan harganya begitu meroket dan masyarakat dianjurkan membatasi kegiatan di luar rumah sesuai imbauan pemerintah.

“Kami berikan bantuan berupa sembako ini, untuk meringankan beban pak Sukarta dan ibunya yang memang luput dari perhatian pemerintah. Meski nilai bantuan yang diberikan tidak seberapa, mudah-mudahan bermanfaat dan dapat meringankan bebannya,”kata Zai Bento, Jumat (10/4/2020).

Zai Bento sapaan akrabnya mengatakan, Sukarta dan Ibunya, Saodah yang sudah berusia 107 tahun dan sudah tidak bisa melihat lagi sejak 15 tahun lalu, merupakan salah satu potret keluarga miskin yang sejak tahun 1983 tinggal di Lampung Selatan sama sekali tidak tersentuh bantuan pemerintah baik penerima manfaat Program Keluarga Harapan (PKH), bantuan tunai atau non tunai maupun bantuan lainnya.

“Meski banyak program yang dikampanyekan pemerintah, baik pemerintah pusat hingga daerah yang sering digembar-gemborkan serius menangani kemiskinan. Tapi sayangnya, Sukarta dan ibunya ini tidak masuk dalam daftar orang miskin yang layak menerima bantuan,”ujarnya.

Karena hidup dibawah garis kemiskinan, kata Zai Bento, hampir setiap hari Sukarta dan Ibunya hanya bisa makan nasi dan tempe orek saja. Meski hidup miskin, tapi keduanya tidak miskin iman karena selalu patuh dan taat menjalankan perintah sang khalik.

Fakta kemiskinan ini, tentunya menjadi pekerjaan rumah Pemerintah Daerah Lampung Selatan yang harus dituntaskan. Tidak menutup kemungkinan, masih ada warga miskin lainnya yang bernasib sama seperti Sukarta tidak tersentuh bantuan dari pemerintah.

“Ironi memang, keberadaan Sukarta dan Ibunya seolah-olah seperti tidak diakui pemerintah. Sebagai komponen masyarakat, kami meminta Pemerintah daerah dan steakholder terkait lainnya jeli dalam pendataan warga miskin dan penanganan kemiskinan,”ungkapnya.

Zai Bento menguatarakan, paguyuban ‘Pawon Kidul’ ini, memang masih baru dibentuknya. Meski belum lama, bhakti peduli sesama yang dilakukannya sebagai bentuk kepedulian kami paguyuban ‘Pawon Kidul’ yang berusaha membantu warga miskin, yatim piatu, dhuafa dan kepentingan sosial lainnya.

“Belum lama paguyuban ‘Pawon Kidul’ ini saya bentuk, walaupun baru seumur jagung kami akan tetap konsen membantu warga kurang mampu dengan motto gerakan seribu sehari,”bebernya.

Gerakan seribu sehari ini, lanjut Zai Bento, dikumpulkan dari anggota paguyuban yang diberikan tempat atau wadah celengan plastik. Selain dari gerakan seribu sehari, kami juga menggalang donasi dari para donatur warga Kecamatan Sidomulyo maupun dari luar kecamatan yang peduli terhadap sesama.

“Meski hanya seribu rupiah, tapi bisa bermanfaat dan alhamdulilah bisa berbagi dengan mereka yang sangat membutuhkan. Yang jelas, bhakti peduli sesama ini, akan terus dilakukan dengan gerakan seribu sehari bersama teman-teman paguyuban untuk membantu warga kurang mampu,”terangnya.

Dikatakannya, sebagai seorang jurnalis, bukan kali pertama ini saja melakukan bhakti peduli membantu sesama. Jauh sebelumnya, sudah seringkali ia memberikan bantuan khususnya untuk janda tak mampu, dhuafa, yatim piatu dan masyarakat kurang mampu lainnya.

“Bantuan yang saya salurkan untuk mereka, bukan dari donator atau dari wadah organisasi. Tapi dari separuh gaji saya sebagai jurnalis, dan hasil dari usaha saya sebagai percetakan yang saya berikan meski tidak seberapa nilai bantuan sembako yang saya berikan,”pungkasnya.

Sementara Sukarta dengan mata yang berkaca-kaca mengungkapkan rasa haru dan berterima kasih atas bantuan yang diberikan dari paguyuban ‘Bergalang’ Sidomulyo terhadap dirinya dan juga ibunya.

“Alhamdulilah sekali saya dapat berkah bantuan sembako, saya hanya bisa ucapkan terima kasih sama mas Zainal dan teman-temannya mudah-mudahan Allah SWT yang bisa membalas kebaikan ini,”ucapnya sembari mengusap air matanya.

Dengan nada lirih dan penuh rasa haru, Sukarta mengatakan, ditengah kebingungannya sudah seminggu tidak dapat uang dan stok beras di rumahnya habis, sebab ikan hasil tangkapannya dari memasang jaring ikan (cadong) tidak laku dijual.

Menurutnya, tengkulak yang biasa membeli ikan hasil tangkapannya, sekarang ini sudah tidak mau lagi membelinya karena ekonomi mereka juga sedang susah katanya sejak adanya wabah virus Corona ini.

“Biasanya tiga hari itu dapat uang meski hanya Rp 20 ribu dari hasil jual ikan, tapi sudah seminggu ini tidak dapat uang. Saya bingungnya lagi, sudah tiga hari ini beras juga habis kalau dibilang miris ya miris tapi mau bagaimana lagi mas mungkin memang sudah nasib saya dan ibu seperti ini,”pungkasnya.

Sukarta dan ibunya, Saodah menempati rumah berukuran 8×4 meter ditas tanah seluas 40×20 meter yang bukan miliknya, melainkan milik orang Jakarta.

Kondisi rumah yang ditempatinya sangat memprihatinkan, dinding rumah yang terbuat dari anyaman bamboo sudah banyak yang lapuk dimakan usia. Lalu bagian atap rumahnya, sebagian dari genting dan sebagiannya lagi dari anyaman daun kelapa dan ilalang.

Sehingga jika turun hujan, rumah kumuh dan reyot yang ditempati Sukarta dan ibunya itu selalu bocor, sehingga bagian dalam rumahnya menjadi kebanjiran karena genting rumahnya sudah banyak yang pecah. (Z4s)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

No More Posts Available.

No more pages to load.