Kurang Becusnya Pelayanan, Ansori; Anak Kami Kritis Tapi Tidak Dilakukan Tindakan Pihak RSUAM

by -924 Views
Lilik Ansori, ayah dari pasien Muhammad Rezky Mediansori alias Kiki (21) pasien BPJS yang meninggal di selasar RSUAM. Foto : Slamet

LAMPUNG SELATAN–Muhammad Rezky Mediansori alias Kiki (21), warga Dusun Pasar Senin Baru, Desa Palas Pasemah, Kecamatan Palas, Lampung Selatan didiagnosa alami penyakit demam berdarah dengue (DBD), diare dan Hepatitis diduga tidak diberikan tindakan serta pelayanan maksimal pihak Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek (RSUAM) meninggal dunia di selasar, Senin (10/2/2020) sore sekitar pukul 16.30 WIB.

Jenazah Kiki pasien BPJS yang meninggal di selasar RSUAM Bandarlampung tersebut, sudah dimakamkan oleh pihak keluarganya di TPU Desa Palas Pasemah, Selasa (11/2/2010) siang.

Lilik Ansori, ayah dari pasien Muhammad Rezky Mediansori alias Kiki saat ditemui di kediamannya usai proses pemakaman anaknya menceritakan, sebelumnya ia bersama istri dan keluarganya membawa anaknya Kiki ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bob Bazar Kalianda, Sabtu (8/2/2020) malam sekitar pukul 21.00 WIB.

Setibanya di Rumah Sakt Bob Bazar, oleh tim medis anaknya tersebut langsung ditangani dan diberikan cairan infus. Setengah jam dirawat tidak ada perubahan, kondisinya tubuh anaknya panas terus dan malam itu diambil sampel darahnya. Dari hasil uji lab tes darah, anak kami Kiki ini terindikasi penyakit DBD.

“Malam itu, anak saya harus segera dirujuk ke Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek (RSUAM). Tapi kami diminta untuk menunggu setelah ada konfirmasi dari pihak RSUAM, hingga jelang subuh ditunggu tidak ada kabar,”ujarnya didampingi istrinya, Maliyana kepada lampungterkini.com, Selasa (11/2/2020) siang.

Tak lama kemudian, kata Ansori sapaan akrabnya, pagi itu kami diajak berangkat oleh petugas RSUD Bob Bazar menuju ke RSUAM Bandarlampung. Setibanya di RSUAM, kami daftar menggunakan BPJS Mandiri kelas 3 dan saat itu anak kami Kiki ditaruh di IGD dan diberi oksigen saja. Sementara Infus yang terpasang, yakni bawaan dari RSUD Bob Bazar.

“Sampai di RSUAM itu Minggu pagi sekitar pukul 06.00 WIB. Setelah itu, petugas dari RSUD Bob Bazar pulang. Saya mengira, dirujuknya anak saya ini sudah ada konfirmasi ke pihak RSUAM. Ternyata belum ada konfirmasinya,”ucapnya dengan raut wajah penuh kesedihan.

Pada saat itu, ia menanyakan ke petugas RSUAM mengenai kondisi anaknya yang belum juga dilakukan tindakan hanya dibiarkan begitu saja di UGD. Padahal kondisinya kritis, lalu petugas menimpali dengan alasan bahwa sedang dikonsultasikan sama dokter yang akan menanganinya.

Ditunggu hingga beberapa jam lamanya, ternyata belum juga ada tindakan. Lalu ia kembali menanyakan ke petugas IGD RSUAM dan petugas itu mengatakan kalau anaknya akan ditangani oleh dokter Riki dan dokternya baru akan datang sore sekitar pukul 17.00 WIB.

“Saat itu saya dan istri masih tetap sabar menunggu, padahal saya melihat kondisi Kiki anak saya ini sudah kritis bahkan sampai kejang-kejang. Semestinya kalau sudah tahu penyakitnya seperti itu (DBD), penanganan rumah sakit harusnya cepat dan sigaplah jangan dibiarkan begitu saja,”tuturnya.

Begitu sore harinya, kata Ansori, dokter yang katanya mau menangani anaknya itu datang mengecek kondisi anaknya. Setelah dicek, dokter Riki itu bilang trombositnya turun dan kami diminta untuk segera menebus obatnya dulu tapi di apotik luar.

Tidak hanya itu saja, bahkan harus segera ditransfusi darah sebanyak 10 kantong. Saat itu juga kami langsung usahakan darahnya, hingga dapat 10 kantong malam itu juga. Tapi darahnya itu tidak bisa langsung digunakan, katanya harus menunggu tengah malam baru bisa ditranfusi darahnya.

Sekitar pukul 22.00 WIB, baru anak kami Kiki dipindahkan keruangan. Tapi itupun ruangannya bukannya untuk penyakit dalam yang semestinya, melainkan di ruangan penyakit syaraf. Malam itu saat diruangan syaraf, kondisi Kiki masih kritis dan kejang-kejang sembari menjerit kesakitan.

“Pada saat di taruh di ruangan itulah, baru ditransfusi darahnya dan anehnya lagi kantong darah yang mau dipasang jalannya tidak lancar. Begitu saya tanya, ternyata yang masang transfuse darah untuk anak saya ini bukanlah perawat RSUAM tapi orang yang sedang magang,”ucapnya.

Taklama kemudian, lanjut Ansori, pihak keluarga pasien lain yang ada di ruangan syaraf itu, minta tolong agar anak kami dipindahkan karena mengganggu. Lalu anak kami dipindahkan oleh petugas ke ruangan lain yang kondisinya berantakan seperti gudang, ruangan itupun ia dan istrinya serta kerabatnya yang membersihkannya.

“Ya namanya kami ini orang gak punya, pakai BPJS juga yang hanya kelas 3 jadi penanganannya asal-asalan. Padahal saya ikut BPJS mandiri bukan yang gratis, tapi kenyataannya ya begitu karena mungkin bukan pakai BPJS yang kelas 1,”ucapnya.

Karena kondisinya masih terus kejang-kejang, dan belum juga dilakukan tindakan ia mencoba bertanya lagi kepada petugas RSUAM. Petugas kembali mengatakan, kalau dokter yang menangani belum sampai melainkan masih di jalan. Dokter itu datang sekitar pukul 14.00 WIB, kondisi anak kami sudah semakin parah kritisnya.

“Saya dipanggil diajak konsultasi sama dokter Riki itu, memberitahukan diagnosis penyakit anak saya katanya menderita penyakit DBD, diare dan Hepatitis. Saat itu juga saya bilang, kalau penyakit anak saya ini berat kenapa tidak segera ditangani dari kemarin kenapa ada pembiaran seperti ini,”kata dia.

Selanjutnya, dokter itu menyarankan kalau anak kami Kiki ini harus segera diberkani suntikan penenang, agar tidak kejang-kejang dan kami pun menurutinya. Tapi kenyataannya, hingga sampai Senin Pagi tidak juga diberikan suntikan penenang dan ia kembali mecoba untuk menemui dokter tersebut dan dokter itu kembali bilang mau sekalian diberi obat tambahan.

“Ternyata itu semua tidak ada, sama sekali tidak dilakukan tindakan yang semestinya oleh pihak RSUAM. Anak saya Kiki ini, sepertinya memang sengaja dibiarkan,”bebernya.

Senin sore selepas ia menjalakan sholat ashar, anaknya yang tadinya diruangan seperti gudang mau dipindahkan lagi ke ruangan lain oleh petugas RSUAM. Ia kembali menayakan, mau dipindah kemana lagi kenapa tidak kemarin saat tiba di RSUAM.

Tapi dengan petugas tetap dipaksakan dibawa, itu juga tidak jelas mau dipindah keruangan apa sampai anak kami kejangnya makin parah saat berada diatas bangsal. Karena tak tahan melihat kondisi itu, saat itu juga ia memaksa petugas untuk berhenti.

“Ternyata anak saya ini, hanya dibawa muter-muter saja dari lorong ke lorong selasar RSUAM. Setiap kali mau masuk ruangan semuanya penuh, artinya ruangan yang untuk anak saya ini sebenarnya belum siap dan sepertinya hanya akal-akalan saja dari pihak RSUAM,”ungkapnya.

Begitu berada di selasar, taklama kemudian anak kami Kiki ini meninggal dunia sekitar pukul 16.30 WIB. Dua orang petugas RSUAM yang tadinya bawa anak kami ini mau langsung pergi, lalu dengan keponakan kami  Agus Saputra alias Ujang kedua petugas itu ditarik dan harus bertanggungjawab.

“Karena saya kesal dan kecewa anak kami saya hanya dibiarkan begitu saja tidak ada penanganan hingga akhirnya meninggal, jadi apa yang ada didekat saya spontan saja saya membantingnya. Jadi anak saya ini meninggalnya bener-bener di emperan selasar, bukan di ruangan yang semsetinya karena memang tidak ada tempat untuk menangani anak saya,”keluhnya dengan nada kesal.

“Saya heran, penanganan rumah sakit nomor satu di lampung kok seperti ini, padahal keluarga saya ini ikut BPJS mandiri meski kelas tiga. Mana yang kata Pak Presiden Jokowi BPJS untuk rakyat tidak mampu, kenyataannya tidak ada,”jelasnya.

Diakuinya, meski sebelumnya ia pernah nunggak pembayaran BPJS, tapi semuanya sudah dibayarkan lunas berikut dengan dendanya. Sedangkan ia berobat menggunakan BPJS baru kali ini, katanya BPJS mau membantu masyarakat lemah ternyata kok begitu seolah-olah tidak berharga untuk BPJS kelas 3.

“Ya ini adalah pembiaran, karena saya lihat sendiri di RSUAM itu ketika ada pasien BPJS yang kelas 1 datang langsung cepet ditangani dan dapat ruangan. Sementara yang BPJS kelas 3 seperti kami, boro-boro ditangani yang ada ruangan saja tidak jelas ditambah dibiarkan begitu saja,”ucapnya.

Dia menambahkan, dengan kepergian anak keduanya tersebut, ia bersama istri dan seluruh kerabatnya ikhlas karena mungkin ini memang sudah jalan anaknya harus kembali.

“Kami semua sudah ikhlas pulangya anak saya Kiki. Tapi tolong perhatian pemerintah, BPJS dan Rumah Sakit jangan sampai melakukan hal seperti yang dialami keluarga kami dan jangan sampai juga menimpa kepada korban lainnya,”pungkasnya. (Met)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

No More Posts Available.

No more pages to load.